Berita Terbaru | |
Semua Kategori » Buku » Issues of Our Times: Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas |
Issues of Our Times: Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas |
|
Buku - Jumat, 09 Mar 2007 12:03:45 | |
Zaman kita disebut-sebut sebagai zaman informasi. Sekalipun informasi tak pernah lebih berlimpah dibanding sekarang, tetap gagasanlah yang membentuk dan membentuk-ulang dunia yang kita tinggali. “Issues of Our Times” adalah seri buku yang berusaha menggali gagasan-gagasan penting di milenium baru ini dari beberapa pemikir terkemuka masa sekarang. Para penulis ini menghargai kejernihan tanpa berpaling dari kepelikan. Buku-buku ini sungguh terlibat dan bisa membuat orang terlibat. Masing-masing judul bukan hanya menghargai pentingnya nilai-nilai yang kita anut, melainkan juga cara kita menangani konflik di antara nilai-nilai tersebut. Hukum, keadilan, identitas, moralitas, dan kebebasan: konsep-konsep macam ini memang abstrak, namun sekaligus dekat dengan hidup kita keseharian. Pemahaman kita mengenai konsep-konsep tersebut turut merumuskan siapa kita dan ingin jadi apa kita nanti. Kita terbentuk dari cara kita memaknai konsep-konsep tersebut. Karena itu, seri ini mengundang pembaca untuk mengkaji ulang asumsi-asumsi baku dan bergulat dengan tren-tren yang sedang marak. Entah pembaca tergerak untuk mengiyakan penalaran para penulis ini, atau mendebat mereka, yang jelas buku-buku ini akan membuat pandangan pembaca diuji, kalau bukan diubah. Perspektif para penulis dalam seri ini beragam, suara mereka khas, dan permasalahan yang diangkat vital. Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas termasuk dalam seri "Issues of Our Times". Amartya Sen adalah ekonom yang tak biasa. Bidang filsafat dan kebudayaan yang digelutinya banyak mempengaruhi teori-teori monumentalnya yang telah mengubah berbagai kebijakan pembangunan di negara berkembang. Berangkat dari pengalaman masa kecilnya, Sen menggali konsep yang banyak disalahpahami tentang identitas. Pada usia 11 tahun Sen menyaksikan seorang buruh Muslim ditikam hingga tewas dalam kerusuhan sektarian di India. Para penikamnya dari kelompok Hindu sebenarnya juga buruh yang sama-sama miskin. Lalu mengapa kesamaan identitas kelas ekonomi ini bisa terlupakan dan tergantikan secara membabi buta oleh identitas keagamaan? Dengan menelusuri isu-isu multikulturalisme, pasca-kolonialisme, fundamentalisme, terorisme, dan globali-sasi, Sen membongkar stereotip-stereotip soal Timur dan Barat dan menghantam keras pandangan picik soal identitas yang kini menjadi pemicu utama pertikaian-pertikaian kontemporer. Komentar tentang Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas “Dengan nalar dan humor, Sen menggali akar persoalan paling pelik dan gawat di zaman kita, yakni persoalan ras, identitas, dan konflik. Ini buku wajib.” — Anwar Ibrahim, politisi Malaysia “Sen selalu berpandangan bahwa manusia itu tidak sederhana. Awal 1977 pun ia sudah mengecam konsep homo economicus, yang melihat bahwa manusia bertindak hanya demi kepentingan jangka pendeknya semata.” — Kenji Yoshino, New York Times “Amartya Sen menyajikan kritik yang jernih dan meyakinan terhadap kecenderungan pemikiran komunitarian dan kultural saat ini. Dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh seorang cendekiawan dengan latar belakang dan pengetahuan setaranya, Sen menjabarkan kompleksitas dan multidimensionalitas identitas modern.” — Francis Fukuyama “Bukan kebetulan bila penulis Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas ini lahir dan dibesarkan di Shantiniketan, sekolah yang didirikan oleh Rabindranath Tagore ... Sen menghadirkan pada generasi kita sebuah pandangan baru dan modern tentang cara mencapai perdamaian, dengan menghargai kemanusiaan dan keberagaman orang lain.” — George Akerlof, peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001 “Sintesa langka antara kecendekiaan yang luar biasa dan keterlibatan pribadi yang total berpadu dalam diri Amartya Sen. Buku ini menyelamatkan kita dari teori-teori militeris, ‘Perang Peradaban’, ketiadaan pilihan selain konflik abadi antara Kita dengan Mereka.” — Nadine Gordimer, peraih Hadiah Nobel Sastra 1991 “Sen memberi kita cita-cita untuk berharap, dan menunjukkan jalan untuk mewujudkannya.” — Sari Nusseibeh, rektor Universitas Al-Quds, Yerusalem “Sen menghadirkan wawasan penting pada zaman yang genting. Buku ini adalah kado bagi wacana tentang perang dan perdamaian yang berlangsung sekarang. Narasi serta permenungan pribadi Sen akan terus menyuntikkan sekian dosis rasa kemanusiaan ke dalam teori-teori intelektual.” — Zainab Salbi, presiden Women for Women International "Sebuah karya yang penuh dedikasi, jernih, jujur, dan sangat elegan [...] Dengan bahasa bertutur yang elegan namun kritis, Sen mampu menjalan-kan peran uniknya dalam melawan kemacetan berfikir dan menawarkan kondisi sosial masa depan yang lebih baik." — Gumilar R. Somantri, dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia |
|