Rara Mendut (Hard Cover)
Rp 130.000
Hemat Rp 6.500
Rp 123.500
Judul
Rara Mendut (Hard Cover)
Penulis
No. ISBN
978
Penerbit
Tanggal terbit
April - 2008
Jumlah Halaman
806
Berat
500 gr
Jenis Cover
Hard Cover
Dimensi(L x P)
150x230mm
Kategori
Sejarah Fiksi
Bonus
-
Text Bahasa
Indonesia ·
Stok Tidak Tersedia
DESCRIPTION
REVIEW Rara Mendut (Hard Cover)
Rating |
Tokoh utama dalam novel ini terdiri tiga wanita cantik pemberani yang mempunyai banyak kesamaan, baik dalam segi nasib, cinta dan kekuatan mereka mempertahankan apa yang mereka percayai, dalam sebuah trilogi : Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri. Setiap bagiannya mengisahkan perjalanan hidup dan perjuangan tokoh utamanya.
Secara keseluruhan Rara mendut berkisah tentang kehidupan tanah Jawi (Mataram) lengkap dengan segala adat istiadat dan kebiasaan penduduknya yang berada dalam masa transisi dari ajaran Hindu terhadap masuknya ajaran Islam. Kaum perempuan pada saat itu diposisikan tak lain sebagai kanca wingking yang sendika dawuh, perempuan dijadikan alat pemuas nafsu dan hanya sebagai penerus keturunan, jika diibaratkan mereka tak lebih dari kuda elok yang biasa dijadikan upeti pada zaman tersebut, dipamerkan dan dibanggakan.
Perempuan tak memiliki andil dalam pengambilan keputusan laki-laki. Walau pada kenyataannya, dibalik kelembutan dan kehalusannya tutur kata dan perilaku, perempuan menjadi tempat lelaki berteduh dan bersembunyi dari rasa takut mereka, lelaki sering tidak sadar bahwa logika mereka kerap kali diselubungi kabut jika berhadapan dengan perempuan, sehingga mereka sering gelap mata dan jatuh dalam keterpurukan.
Rara Mendut,
Seorang gadis pantai dari pesisir Jawa, tepatnya berasal dari wilayah kadipaten Pati yang terbawa arus dari lingkungan yang membesarkannya. Perjalanan nasib sebagai budak rampasan membawanya sampai ke tangan Tumenggung Wiraguna, salah seorang panglima perang kerjaan Mataram. Mendut menolak diperistri oleh sang tumenggung karena ia lebih memilh kekasihnya Pranacitra. Akibatnya Tumenggung Wiraguna yang mulai sepuh itu memungut pajak atas penolakan Mendut , namun Mendut yang terkenal sebagai gadis yang trengginas dan tak pernah ragu menyuarakan isi pikirannya, tidak kehilangan akal. Ia mencari uang dengan berjualan rokok di pasar. Bukan rokok sembarang rokok, melainkan puntung rokok bekas hisapannya. Tentu saja hal tersebut membuat heboh kaum lelaki yang penasaran akan kecantikannya, walhasil ia pun mampu membayar pajak yang diajukan Wiraguna, sehingga semakin murkalah sang panglima.
Genduk Duku
Merupakan dayang Rara Mendut, sahabat setia yang membantunya menerobos benteng Keraton Mataram dan melarikan diri dari kejaran Tumenggung Wiraguna. Setelah kematian Rara Mendut dan Pranacitra, Genduk Duku meneruskan kehidupannya dengan menjauhkan diri dari daerah kekuasaan Wiraguna. Genduk Duku yang kegigihannya setali tiga uang dengan majikannya Rara Mendut tak gentar menghadapi jalan hidup yang keras. Kemudian ia bertemu dengan suaminya, seorang nelayan yang pemberani bernama Slamet. Walau Genduk dan Slamet telah berusaha menghindar dari wilayah kekuasaan Tumenggung Wiraguna, namun garis nasib kembali mempertemukan mereka disaat sang Tumenggung kembali menunjukkan kekuasaannya. Kisah lama terulang kembali, disaat Wiraguna ingin menguasai seorang perawan kencur bernama Tejarukmi kasus Rara Mendut pun kembali terjadi. Suami Genduk Duku menjadi tumbal, berahir di keris Wiraguna
Lusi Lindri.
Putri tunggal dari Genduk Duku, mahir menggunakan senjata dan menunggang kuda Ia merupakan anggota Laskar Trinisat Kenya. Laskar ini adalah pelindung inti sang Raja dalam tiap kesempatan, yang terdiri dari 30 orang perawan cantik. Salah satu dari tugas mereka adalah membunuh siapapun yang berani menatap langsung mata sang raja. Lusi Lindri yang memiliki darah pemberontak dari sang ibu merasa jengah menyaksikan kekejaman Sunan Amangkurat I, yang tidak hanya kejam dan semena-mena tapi juga bertabiat sangat buruk, mulai dari membunuh ribuan santri, mengencani gadis manapun yang ia sukai sampai rela mencumbui istri favoritnya yang telah menjadi mayat. Lusi pun kabur memperjuangkan idealismenya, memilih jalan yang sesuai hati nurani dan bergabung dengan para pemberontak.
Banyak hal yang ingin disampaikan oleh Rama Mangun, salah satunya tentang kesewenang-wenangan kaum lelaki pada masa itu terhadap kaum perempuan. Banyak kaum lelaki yang hanya ingin menunjukkan ego dan kekuasaannya. Seperti dalam kasus Rara Mendut, Tumenggung Wiraguna bukanlah lelaki yang kekurangan perempuan di Istananya, Ia menginginkan Mendut karena melihat sosok Mendut yang liar dan pemberontak, rasa ego membuatnya semakin bernafsu untuk memiliki dan menaklukkan si dara harimau dari padang pantai.
“Maka di hadapan citra Si Mendut itulah Wiraguna dalam usia oleng ke senja hidup mulai belajar, pahit namun rupa-rupanya akan berhasil, betapa wanita itu jauh lebih daripada hiburan belaka atau pemenuhan nafsu gengsi maupun syahwat” (hal.61)
“Lelaki biasanya tidak mencintai istrinya. Mereka mencintai pipinya, rambutnya, matanya, susu-susunya, rahim yang mengandung benih dari dia. Tetapi belum sampai mencintai istrinya.” (hal.479)
Kisah ini eksotis dan penuh intrik. Walau bersetting sejarah, Rama Mangun menuturkannya dengan ringan dan secara gamblang menunjukkan keberpihakannya pada sosok perempuan. Selain karena alur ceritanya yang lancar mengalir, didalamnya juga bertaburan pepatah dan syair-syair dalam tembang Jawa, ditambah dengan humor-humor segar, pembaca diajak untuk mengikuti perjalanan para tokohnya yang penuh konflik. Seandainya pelajaran sejarah diungkapkan dengan gaya seperti ini, bukannya berbentuk buku teks yang membosankan, mungkin sejarah tidak lagi menjadi pelajaran yang membuat mata para siswa mengantuk.
Ketebalan buku dan ukuran hurufnya yang lumayan kecil dan rapat, ditambah lagi dengan banyaknya footnote untuk menerjemahkan bahasa Jawa merupakan beberapa kekurangan dalam trilogy ini. Mungkin akan lebih lengkap seandainya dilengkapi dengan peta kekuasaan kerajaan Mataran dan pergerakan para tokoh, sehingga pembaca akan lebih masuk dalam bacaan yang cukup gemuk ini (799 hal)
Y.B. Mangunwijaya dilahirkan di Ambarawa Jawa Tengah 6 Mei 1929 dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Beliau banyak melahirkan novel seperti di antaranya: Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa, dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Dalam bidang arsitektur, beliau juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Wafat pada Januari 2000, dimakamkan di Kentungan, Yokyakarta.
WHY CHOOSE US?
TERLENGKAP + DISCOUNTS
Nikmati koleksi Buku Sejarah Fiksi terlengkap ditambah discount spesial.
Nikmati koleksi Buku Sejarah Fiksi terlengkap ditambah discount spesial.
FAST SHIPPING
Pesanan Anda segera Kami proses setelah pembayaran lunas. Dikirim melalui TIKI, JNE, POS, SICEPAT.
Pesanan Anda segera Kami proses setelah pembayaran lunas. Dikirim melalui TIKI, JNE, POS, SICEPAT.
BERKUALITAS DAN TERPERCAYA
Semua barang terjamin kualitasnya dan terpercaya oleh ratusan ribu pembeli sejak 2006. Berikut Testimonial dari Pengguna Jasa Bukukita.com
Semua barang terjamin kualitasnya dan terpercaya oleh ratusan ribu pembeli sejak 2006. Berikut Testimonial dari Pengguna Jasa Bukukita.com
LOWEST PRICE
Kami selalu memberikan harga terbaik, penawaran khusus seperti edisi tanda-tangan dan promo lainnya
Kami selalu memberikan harga terbaik, penawaran khusus seperti edisi tanda-tangan dan promo lainnya