Apa itu Resensi?
Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
|
|
|
05 Okt 2011 - 11:30:12
Isi Resensi : Oyako no Hanashi
Oyako no hanashi, berasal dari bahasa Jepang "oyako" yang berarti ibu dan anak dan "hanashi" yang berarti percakapan atau pembicaraan. Dari judul tersebut, sudah bisa ditebak bahwa buku ini berisi tentang pembicaraan antara ibu (Aan Wulandari) dan anaknya yaitu Syafiq. Membaca buku ini, memberikan memory lucu tentang ibu dan anak yang pernah tinggal di Jepang. Segala perkataan polos dari bibir Syafiq sangat menarik untuk disimak.
"Mama...! Byouin e itte...!"
("Mama, pergi ke rumah sakit, sana!")
"Hee? Ngapain?"
"Tazukia o umarete..!"
("Keluarin Tazkia!")
Salah satu cuplikan percakapan antara Syafiq kepada mamanya. Syafiq begitu merindukan kehadiran seorang adik perempuan, yang telah diberinya nama "Tazkia". Karena tinggal di lingkungan orang Jepang yang tidak mengenal huruf mati kecuali "N", Syafiq kecil mengucapkan "Tazkia" dengan "Tazukia". Berkali-kali sang bunda mengajarinya agar mengucapkannya dengan benar. Mama Syafiq kebingungan menghadapi request putranya, karena dirinya hamil saja belum, bagaimana caranya melahirkan Tazkia?
Buku ini secara tersirat juga memberikan resep bagi para ibu, yang memiliki anak dengan sejuta tanya, termasuk problem bahasa yang dialami Syafiq ketika dia kembali ke tanah air. Kata-kata berbahasa Jepang terkadang terdengar lucu dan menggelitik bagi orang-orang yang tidak mengerti Bahasa Jepang. Seperti contoh percakapan berikut.
“Nomitai, Ma!” kata Syafiq beberapa saat kemudian. Dia minta minum. Iyalah, makan gorengan keras gitu, perlu digelontor air putih.
“Ambil saja. DI belakang sana.”
Tiba-tiba, “Opo to kui ‘tai…tai’ njelehi (apa sih itu, tai…tai saja. Bikin geli)!” Adik Mama nyeletuk
Masalah bahasa kembali menjadi masalah ketika Syafiq memasuki dunia sekolah di Indonesia. Ketika Syafiq hendak pulang, bus yang dinantinya melaju begitu saja. Beruntung ada bapak-bapak yang baik hati hendak membantu mengantarkannya pulang. Namun apa jadinya jika Syafiq tak hafal jalan pulang dan tak bisa menjawab pertanyaan Bapak tersebut karena menggunakan bahasa Indonesia?
Perkataan jujur dari anak kecil bisa saja menjadi sindiran bagi orang dewasa.
“Shofie pintar lho, Ma. Nggak nangis.” Syafiq laporan.
“Oh ya? ALhamdulillah.” Kata Mama takjub.
“Tahu ngga, Ma, kenapa Shofie ngga rewel?”
“Nggak, kenapa?” Pasti anak ini mau membanggakan dirinya bisa momong adiknya, begitu pikir mama.
“Karena ngga ada yang marah-marah.”
GUBRAKK !
Begitulah salah satu ungkapan jujur Syafiq yang bisa jadi merupakan kritikan atas tindakan Mama yang (mungkin) suka marah-marah. Sindiran juga untuk semua ibu agar mendidik buah hati dengan cinta, perkataan yang halus, bukan dengan marah-marah.
Aan merangkum hal tersebut dalam sebuah cuplikan :
Sebenarnya, antara punya anak dan ngga, Cuma menyisakan satu perbedaan.
Bagiku, satu perbedaan itu adalah : kalau Anda punya anak, Anda harus selalu siap sedia obat sariawan, mengingat seringnya bibir ini digunakan buat mengomeli Buah Hati.
Sebuah tips kecil, yang menurut saya lucu namun fakta demikian tak jarang kita jumpai. Aan Wulandari mengungkapkan segala pengalamannya bersama Syafiq dengan bahasa yang ringan, kocak, namun penuh inspirasi. Referensi yang bagus bagi para orang tua, khususnya para ibu menghadapi anak-anak yang kritis.
Istikumayati, Penulis Buku “Menjadi Pemenang Kehidupan” |
|
|
[Semua Resensi Buku Ini] |
|