Display Buku
Trilogi Princess #1: Princess : Kisah Tragis Putri Kerajaan Arab Saudi
 
Rp 48.000
Hemat Rp 9.600
Rp 38.400

 
Apa itu Resensi?

Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
Resensi dari bernadette-lil
 
  28 Mar 2008 - 08:49:41

Isi Resensi :
Mematahkan Hegemoni Laki-Laki


Terlahir sebagai seorang putri kerajaan di negara minyak, Arab Saudi, ternyata tidak membuat sosok Sultana sang putri, nyaman dengan semua fasilitas dan kekayaan yang dimiliki. Keterkungkungan sebagai seorang wanita di negara dengan mayoritas penduduk muslim tersebut, dimulai ketika Sultana mendapatkan menstruasi pertamanya. Dalam tradisi Arab, setelah anak-anak perempuan mendapatkan haid pertama, mereka diwajibkan mengenakan cadar dan jubah panjang, dan itu dianggap Sultana sebagai belenggu maya terhadap kebebasan para perempuan. Keterkungkungan sang putri yang mewakili kehidupan mayoritas perempuan Saudi, semakin menjadi-jadi dalam kisah yang ditutururkan lugas oleh Jean P Sasson. Apalagi setelah Sultana menjalani hari-hari dengan cadar dan jubah, hidupnya selalu dalam komando laki-laki, termasuk dilecehkan oleh saudara laki-laki dan ketidakpedulian sang ayah terhadap anak-anak perempuan. Otoritas laki-laki Saudi tidak terbatas, istri dan anak perempuan hanya akan bertahan hidup, kalau diinginkan oleh kepala rumah tangga. Bahkan di dalam lingkungan istana sendiri, Sultana mengisahkan bahwa perempuan hanya dianggap sebagai alat kesenangan hidup belaka, kejamnya lagi, perempuan dianggap sebagai property. Masih tentang kesenangan laki-laki, di dalam buku setebal 380 halaman tersebut terungkap perlakuan barbar yang mengatasnamakan tradisi lewat prosesi khitan perempuan. Khitan ini dilakukan dalam usia rata-rata 12 sampai 14 tahun. Bahkan dikisahkan, prosesi khitan yang dirayakan besar-besaran dengan ratusan undangan tersebut, menimbulkan trauma berkepanjangan bagi perempuan hingga ketidakmampuan menikmati hubungan seks dengan suami. Berkat keterlibatan dokter-dokter barat, akhirnya ritual dengan mitos memberikan kesenangan seutuhnya pada laki-laki itu dihentikan dalam keluarga Sultana. Namun penderitaan perempuan tidak berhenti hingga di situ saja, mereka kembali menderita dengan ketidakmampuan memilih sendiri calon suami yang diinginkan. Bahkan di negeri itu, laki-laki bebas memperistri seorang perempuan asalkan ayah pengantin perempuan setuju. Dan biasanya anak-anak perempuan dijadikan sebagai komoditi bisnis. Hingga akhirnya banyak anak perempuan berusia 12 tahun memiliki suami gaek dengan usia 50 tahun bahkan lebih. Perjuangan Sultana dalam mengalahkan hegemoni kaum laki-laki di negerinya mulai memuculkan titik terang, apalagi ketika Sultana menikah dengan Karim, laki-laki modern dan sangat mendukung kebebasan perempuan. Sebagai laki-laki Saudi, tentu saja Karim pernah tergoda untuk memiliki banyak istri dan gundik. Namun pertentangan yang dilakukan Sultana, membuat Karim tidak berkutik. Hingga akhirnya pernikahan mereka berlangsung hingga sekarang dan Sultana tetap menjadi istri pertama dan terakhir bagi Karim.(bernadette lilia nova)
Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating


 
 
[Semua Resensi Buku Ini]