Apa itu Resensi?
Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
|
|
|
05 Jun 2007 - 12:33:14
Isi Resensi : The White Castle
The White Castle adalah novel historis karya peraih nobel sastra 2006 – Orhan Pamuk yang berutur mengenai jati diri, pertentangan dan persahabatan antara seorang budak Italia dengan seorang cendekiawan Ottoman di abad ke 17.
Kisah yang ditulis menurut sudut pandang pemuda Italia terpelajar sebagai narator (namanya tak pernah disebutkan hingga akhir) dalam kisah ini, diawali ketika ia sedang berlayar dari Venesia menuju Napoli. Di tengah perjalanan, kapalnya berpapasan dengan armada perompak Turki sehingga dirinya ditangkap dan dibawa ke Istanbul sebagai tawanan. Karena keahliannya dalam berbagai hal, termasuk mampu mengobati tawanan lainnya, ia mendapat perlakuan istimewa dibanding tahanan lainnya.
Kabar tentang keahliannya menyembuhkan penyakit sampai ke telinga seorang Pasha yang meminta dirinya untuk menyembuhkan sang Pasha yang sedang sakit. Si pemuda Italia berhasil menyembuhkan sang Pasha, namun ia tetap seorang tawanan dan tinggal dalam penjara.
Suatu saat si pemuda Italia kembali dipanggil ke Istana Pasha. Ia dipertemukan dengan seseorang yang biasa dipanggil oleh Pasha sebagai "Hoja" yang berarti "guru". Begitu terkejutnya si pemuda Italia karena orang yang dipangil Hoja itu sangat mirip dengan dirinya.
Karena Pasha mendapat kabar bahwa si pemuda Italia adalah seorang cendekiawan yang mahir akan berbagai ilmu pengetahuan, ia ditugasi untuk membantu Hoja mempersiapkan pertunjukan kembang api yang megah untuk perayaan pernikahan Pasha. Setelah akhirnya pertunjukkan itu sukses si pemuda Italia kembali dimasukkan kedalam sel penjara.
Beberapa hari kemudian si pemuda Italia kembali dipanggil oleh Pasha ke istananya. Pasha menawarkan pilihan hukuman mati atau kebebasan baginya asal ia bersedia menjadi seorang Muslim. Namun ia tak bersedia mengubah kepercayaannya walau harus mempertaruhkan kepalanya dihadapan algojo. Walau si pemuda Italia tetap tak bersedia menjadi seorang Mulsim, sang Pasha tak jadi menghukumnya, melainkan memberikannya pada Hoja untuk dijadikan seorang budak.
Sebagai budaknya, Hoja, sang cendekiawan Ottoman yang haus akan pengetahuan Barat, memerintahkan budaknya (pemuda Italia) untuk menurunkan segala pengetahuannya padanya. Dan mulailah si budak mengajarkan semua kepandaiannya dalam hal astronomi, kedokteran, teknik dll. Hoja menguras semua pengetahuan dan pengalaman hidup si budak. Lambat laun Hoja dan budaknya melakukan penelitian bersama-sama, menemukan bersama-sama, dan mengembangkan diri bersama-sama.
Kebersamaan antara Hoja dan budaknya semakin intens, hingga akhirnya suatu pertanyaan filosofis keluar dari mulut Hoja. "Kenapa aku seperti ini?" Dari pertanyaan ini akhirnya mereka saling menulis tentang diri mereka sendiri termasuk dosa-dosa yang pernah mereka lakukan dalam hidup mereka. Dengan menulis tentang diri mereka masing-masing, mereka meyakini bahwa mereka bisa menemukan jati diri mereka yang sejati.
Di lain pihak, kepandaian Hoja dan budaknya tak luput dari perhatian Sultan. Hoja diangkat menjadi peramal Istana. Dan mereka berdua diharuskan mengarang cerita ajaib, menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan sains, astronomi, astologi, menafsirkan mimpi Sultan, memerangi wabah mematikan, hingga merancang sebuah senjata mematikan untuk menaklukan musuh. di Istana Putih.
Keterikatan antara Hoja dan budaknya semakin lekat, mereka saling berbagi kepandaian dan pengalaman hidup. Lambat laun mereka menjadi bingung akan jati diri mereka karena masing-masing memposisikan dirinya dengan ‘kembaran’ mereka hingga tertukarnya jati diri mereka. Hoja seolah menjadi si budak, si budak seolah menjadi Hoja. Puncak pertukarannya adalah ketika ternyata senjata yang mereka buat gagal menaklukan Istana Putih dan Hoja (atau si budak ?) pergi meninggalkan Turki.
The White Castle (Beyaz Kale) adalah novel hisoris yang merupakan novel ketiga Orhan Pamuk yang diterbitkan pada tahun 1985 dan merupakan karya pertama Pamuk yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Karya inilah yang menjadi awal ia bereksperimen dengan teknik postmodern, berubah total dari gaya naturalis di awal karyanya. Pada tahun 1990 novel ini diterjemahkan dengan sangat baik oleh Victoria Holbrrok sehingga banyak orang menyangka bahwa karya Pamuk ini memang aslinya ditulis dalam bahasa Inggris. Novel ini memenangi Hadiah Independen untuk Fiksi Asing pada 1990 di Inggris. Dalam edisi bahasa Indonesia, novel ini merupakan karya Pamuk kedua yang diterjemahkan oleh Penerbit Serambi, setelah sebelumnya menerbitkan My Name is Red (2006), dan kabarnya beberapa karya Pamuk lainnya termasuk yang paling anyar "Snow" kini sedang dipersiapkan untuk diterbitkan.
Seperti yang menjadi ciri khas karya-karya Pamuk, The White Castle juga masih berkisar dengan tema kegamanangan atau hilangnya identitas yang antara lain diakibatkan oleh benturan antara nilai-nilai Barat dan Timur. Hal ini tampak pada tokoh Hoja dimana Hoja tampak begitu mengagumi pengetahuan dan budaya barat hingga ingin menguras habis semua ilmu yang ada di kepala budaknya (pemuda Italia).
The White Castle memang bukan karya yang mudah untuk dicerna. Walau setting ceritanya menarik dan penokohan tokohnya kuat, namun novel yang minim dialog ini bias dibilang rumit karena sepanjang kisahnya mengupas soal kebingungan dan pertukaran jati diri antara tokoh Hoja dan budaknya. Bagi sebagian pembaca, pertukaran jati diri di sepanjang kisah yang diungkapkan secara unik ini mungkin saja menjadi bagian yang menarik, namun bagi pembaca yang kurang sabar untuk mencernanya bukan tak mungkin akan menemui kebingungan dalam memaknai novel ini.
Namun yang pasti novel ini tampaknya membuat kita melakukan perenungan diri akan makna jati diri. Secara tidak disadari kita sering ingin menjadi orang lain, terlebih orang yang kita kagumi baik secara intelektual maupun secara pribadi. Namun pertanyaannya apakah menjalani kehidupan sebagai orang lain memang bisa membuat kita bahagia?
salam,
h_tanzil
http://bukuygkubaca.blogspot.com |
|
|
[Semua Resensi Buku Ini] |
|