|
Apa itu Resensi?
Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
|
|
|
| |
12 Apr 2007 - 12:49:52
Isi Resensi : Dongeng yang bukan Sebenar-benarnya Dongeng
Pertama kali saya membaca sinopsis buku ini di sampul belakangnya langsung saja mengingatkan saya pada novel legendarisnya Marga T, Karmila. Meskipun dengan plot dan ramuan yang berbeda namun saya menangkap esensi yang sama dari keduanya yaitu bagaimana dua orang yang tidak saling mengenal kemudian dipersatukan dalam sebuah pernikahan yang tidak mereka kehendaki.
Akhirnya untuk membuktikan rasa penasaran saya, saya pun membeli novel Agnes Jessica dan mulai membaca lembar demi lembar Dongeng Sebelum Tidur.
Dongengnya Agnes dimulai dari kegalauan Kiara, seorang psikolog muda dengan IP terbaik, muda, cantik, dan baik hati serta penurut kepada orangtua. Ia dinamakan Kiara, setelah keempat kakak laki-lakinya meninggal ketika hendak dilahirkan. Kiara, katanya memiliki arti pohon tempat berteduh. Dia berpikir mungkin namanya tersebut memiliki pengharapan dari kedua orang tuanya bahwa kelak di usia tua mereka, Kiara akan menjadi tempat berteduhnya mereka berdua mengingat dia anak satu-satunya.
Singkat cerita, Kiara yang tengah menjalin hubungan dengan kekasihnya Aldi diharuskan menikah dengan seseorang yang belum pernah dia kenal sebelumnya hanya dikarenakan utang budi sang Ayah pada sebuah keluarga. Alih-alih menolak untuk kepentingan dirinya, Kiara yang baik hati dan penurut malah mengiyakan permintaan ayah ibunya dan kemudian memutuskan hubungan dengan kekasihnya untuk menjadi istri dari seorang pria bernama Cadenza.
Dari sini sebenarnya dengan gaya narasi lambat dari Agnes, alur cerita sudah pasti bisa ditebak. Bagaimana akhir cerita dari dongeng ini, sebaiknya dibaca sendiri. Satu hal yang harus saya kritisi dari Agnes adalah keputusan dia untuk memilih Kiara dengan perwatakan yang lemah. Saya akui bahwa emansipasi perempuan Timur sangat berbeda dengan emansipasi Barat. Saya pun masih menghargai nilai-nilai lama yang ada di masyarakat. Akan tetapi tokoh Kiara menurut saya masih sangat lekat sekali dengan stereotif perempuan Indonesia. Dapatkah kita membayangkan perempuan sepintar Kiara yang hidup di kota metropolitan Jakarta dengan setting abad 21 memiliki sikap sepasif itu?. Apakah hal ini dikarenakan untuk memenuhi permintaan pasar? Entahlah, yang pasti Agnes sudah memilih dan sebagai pembaca kita hanya tinggal mengikuti keinginan sang penulis, bukan?
Satu-satunya hal yang menhibur saya dari novel ini adalah adanya sisipan cerita 1001 malam di setiap permulaan bab. Menghibur, karena secara tidak sadar kita menikmati dua cerita dalam satu buku dan menghibur karena bagi saya Putri Syahrazade yang diciptakan pada abad ke tujuh jauh lebih berani, serta lebih cerdik dibandingkan dengan Kiara. |
|
| |
[Semua Resensi Buku Ini] |
|