Display Buku
To Kill A Mockingbird : Novel Tentang Kasih Sayang Dan Prasangka
 
Rp 68.000
Hemat Rp 3.400
Rp 64.600

 
Apa itu Resensi?

Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
Resensi dari ernee
 
  02 Nov 2007 - 10:25:48

Isi Resensi :
To Kill A Mockingbird


Buku ini sangat bagus dan enak dibaca, Harper Lee sang pengarang (wanita) baru sekali menulis buku dan karyanya langsung menjadi karya abadi. Isinya sangat menarik meskipun mengusung tema yang lumayan berat, tapi disampaikan dengan bahasa yang ringan. Yang membuat cerita ini unik adalah ceritanya ditulis dari sudut pandang seorang anak perempuan (Scout Finch) berusia 8 tahun. Novel klasik ini mengisahkan bagaimana prasangka umum yang buruk terhadap pribadi ataupun kelompok masyarakat tertentu tidaklah sepenuhnya benar. Citra buruk yang terlanjur melekat pada pribadi atau sekelompok masyarakat akan terus mereka bawa seumur hidup mereka. Meskipun banyak hal positif yang telah mereka lakukan, namun prasangka buruk dari orang lain akan tetap membuat mereka dianggap sebagai pribadi atau kelompok yang buruk dan layak disingkirkan. Novel ini menceritakan penggalan kehidupan masa kanak-kanak dua kakak beradik tak beribu, Jem dan Scout. Mereka tinggal di sebuah kota kecil dimana hampir semua penduduknya saling mengenal. Di kota inilah Jem dan Scout tinggal besama ayah mereka, Atticus Finch, seorang pengacara di kota tersebut, dan seorang pembantu kulit hitam mereka, Calpurnia. Scout, seorang anak perempuan tomboi berumur 8 tahun, adalah penutur dalam kisah ini; seluruh cerita dilihat dan diutarakan menurut sudut pandangnya. Bab-bab awal novel ini mengisahkan bagaimana Jem, Scout, dan sahabat mereka, Dill, mencoba mengusik Boo Radley, tetangga aneh mereka yang hampir tidak pernah keluar rumah. Seluruh penduduk menganggap Boo Radley adalah sosok misterius; berbagai desas-desus buruk dan mengerikan beredar menyelimuti Boo sehingga rumah dan pekarangan Boo menjadi bagian yang paling mengerikan bagi anak-anak untuk dilewati sehingga mereka harus berlari atau jalan memutar karena takut bertemu dengan Boo. Namun bagi Dill, kemisteriusan Boo justru menjadi permainan yang mengasyikan. Dia, bersama-sama dengan Jem dan Scout, menciptakan permainan untuk mengolok-olok keluarga Radley. Keceriaan masa kecil Jem dan Scout terusik ketika ayah mereka menjadi pembela seorang pemuda kulit hitam, Tom Robbinson, yang dituduh memerkosa gadis kulit putih bernama Mayella Ewell. Bagi masyarakat, warga kulit hitam adalah warga kelas dua yang dianggap sampah masyarakat dan selalu mendapat prasangka buruk sebagai kaum kulit berwarna yang selalu membuat masalah. Kecaman datang pada keluarga Finch dari seluruh penjuru kota. Scout dan Jem pun tak luput dari ejekan teman-temannya yang mengatakan ayah mereka adalah pecinta kulit hitam. Tak hanya dari lingkungan sekitarnya, Atticus pun mendapat tantangan dari kakaknya sendiri, Alexandra, yang saat itu tinggal bersama mereka. Walau mendapat banyak kecaman dan tantangan, Atticus tetap melaju. Sebagai pengacara Tom Robinson, dengan bijak Atticus menasihati Jem dan Scout bahwa mereka tak perlu merasa malu karena dirinya membela seorang pemuda kulit hitam, malahan ia menyarankan agar Jem dan Scout tetap berjalan dengan 'menegakkan kepala' mereka dan tidak membalas dengan kekerasan jika mereka menerima cemoohan lagi. Pengadilan kasus ini mendapat perhatian yang besar dari peduduk kota, tak ketinggalan Jem dan Scout ikut menghadirinya. Atticus dengan piawai mengemukakan berbagai fakta, yang sebenarnya tak dapat disangkal, bahwa kliennya tidak bersalah, namun seorang negro tetaplah sampah bagi masyarakat, prasangka buruk terhadap kaum negro tak dapat dipatahkan oleh sejumlah fakta. Dari sinilah si kecil Scout yang menyaksikan secara langsung proses pengadilan itu melihat bahwa kehidupan tak melulu hitam dan putih. Bahwa prasangka seringkali membutakan manusia sehingga keadilan tidak bisa sepenuhnya ditegakkan. Buku ini layak dikoleksi karena sarat dengan pesan moral, sangat bagus dan sangat menyentuh. Bisa kita lihat di halaman 225 ketika sang ayah, Atticus mengajarkan tentang konsep keberanian pada kedua anaknya ; "Aku ingin kau melihat sesuatu dalam dirinya-aku ingin kau melihat keberanian sejati, alih-alih mendapat konsep bahwa keberanian selalu identik dengan lelaki bersenapan. Keberanian adalah saat kau tahu kau akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan kau merampungkannya, apapun yang terjadi."
Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating


 
 
[Semua Resensi Buku Ini]