Apa itu Resensi?
Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
|
|
|
15 Jun 2013 - 10:47:29
Isi Resensi : Sangat Menarik!
Di usia belasan, saya membaca buku tentang anak SMA yang kurus, berjambul dan selalu mengunyah permen karet. Lupus, karya Hilman Hariwijaya. Hilman menuturkan kisah tokoh rekaannya itu dengan gaya tulis yang mengalir lancar dan jenaka. Ngocol, begitu kosakata yang muncul saat itu untuk menunjukkan gaya bertutur Hilman.
Sudah lama saya tidak mendapatkan buku tentang anak SMA yang bisa membuat saya gembira. Sampai saya mendapatkan buku Sialan Salman! ini. Saya mulai membaca dari halaman paling depan: Endorsement, lalu Ucapan Terima Kasih, kata pengantar yang disebut penulisnya dengan Sepatah Dua Patah Salman dan ketika sampai di halaman 2, saya tertawa keras sekali. Tawa lepas yang membuat orang yang duduk di samping saya kaget bukan kepalang. Buku ini mampu membuat saya Tertawa Dini!. Dan tiba – tiba saya merasa bahwa buku ini akan sangat cocok dengan selera saya.
Sialan Salman! berkisah tentang Salman yang baru saja lulus Ujian Nasional SMP, yang melanjutkan ke SMA 5 Bandung dan mengikuti MOS. Selama mengikuti MOS inilah kisah Salman dituturkan.
Salman, seperti anak – anak seusianya, adalah anak yang riang gembira, seringkali terlalu percaya diri dan sedikit nakal. Kepercayaan diri Salman memang di atas rata – rata. Betapa tidak, di hadapan teman – temannya yang baru saja dikenalnya ia menantang: “...sekarang ayo siapa yang mau menjadi kandidat KM selain gue ayo maju ke depan kalau berani!....”(halaman 52). Kepercayaan diri Salman yang besar itu membuat minder teman – temannya sehingga tidak ada satupun yang mau bersaing dengannya untuk menjadi Ketua Murid. Semua temannya memilih dia menjadi Ketua Murid dan ia puas dengan hal itu karena menurutnya, Ketua Murid adalah majikan dan murid lainnya adalah pembantu!. Ketika ada PR, ia meminta sekretarisnya untuk mengerjakannya! berguling di lantai
Nakalnya Salman di mana? Saat MOS ia dihukum oleh seniornya untuk push up hingga pingsan. Ketika siuman, pandangannya gelap. Ia pun meraba – raba hingga menyentuh dua buah jeli kembar. (halaman 44). Di adegan ini saya tertawa terbahak – bahak. Terus nakalnya dimana? Ya di jeli kembar itu. Memangnya jeli kembar itu apa? Silakan anda baca sendiri di buku ini. Yang jelas saya mendapatkan jeli kembar di dua halaman yang berbeda dari buku ini.
Buku ini dipenuhi dengan banyolan. Saya mencatat ada 43 halaman yang membuat saya tertawa terpingkal – pingkal. Karena buku ini memiliki 194 halaman, maka 22 % dari buku ini berhasil membuat saya meneteskan air mata (??????????????). Tertawa terpingkal hingga meneteskan air mata maksud saya.
Di sela – sela banyolan itu penulis menyisipkan sindiran dan keprihatinannya terhadap kondisi bangsa kita. Sindiran paling keras dari penulis menurut saya ada di halaman 41. Saya tidak akan menuliskan isi sindiran itu karena terlalu gamblang. Pembaca akan segera mengetahui siapa yang disindir setelah membacanya. Sindiran berikutnya adalah TATIB yang bengis dan suka membentak. Siapa yang dimaksud dengan TATIB? Anda tahu tentu saja.
Mengenai keprihatinan. Rupanya pemberitaan televisi mengenai siswa SD yang harus meniti tali untuk bisa sekolah membuat penulis iba. Ia menuliskannya dengan kalimat berikut: “Guys, kita harusnya malu dengan diri kita!.” (halaman 70). Penulis juga resah dengan semakin terdesaknya pasar tradisional (halaman 117), galau dengan banyaknya pelajar yang tawuran, yang menurutnya karena mereka terlalu banyak main game sehingga mematikan empati mereka terhadap sesama (halaman 127). Dan ia juga risau dengan Bandung yang semakin panas (halaman 175).
Kembali ke banyolan. Mungkin ada akan tertawa lebih banyak atau mungkin lebih sedikit daripada saya. Mengapa? Karena lelucon yang ditulis oleh penulis di buku ini berbeda dengan banyolan slapstick sebagaimana yang ada di acara – acara komedi televisi kita. Latar belakang pembaca akan berpengaruh dalam menentukan apakah kalimat ini lucu atau tidak. Namun jika anda tertawa terbahak ketika membaca buku ini, saya yakin, seperti saya sendiri, tawa anda adalah tawa yang jujur. Bukan tawa yang dipaksakan agar kita terlihat sopan di depan orang yang sedang melucu.
Sayangnya, mungkin karena terlalu fokus untuk menuliskan cerita yang lucu, menurut saya penulis lalai dalam membangun karakter tokohnya. Salman hanya digambarkan sebagai anak kelas satu SMA yang berambut ikal. Bahkan Nana, pacar si Salman pun luput dari pendiskripsian yang mencukupi untuk menguatkan karakternya. Cerita yang lucu memang membuat anda betah untuk berlama – lama membacanya. Namun karakter yang kuat akan membuat pembaca mengenangkan cerita bahkan boleh jadi akan mempengaruhinya. Penulis Sialan Salman! pun sebenarnya menyadari hal ini. Di halaman 133, penulis mengisahkan tentang juara satu dan dua dari lomba puisi yang tidak mau diwawancara karena terinspirasi tokoh Rangga di film Ada Apa Dengan Cinta sehingga mereka menjadi acuh tak acuh seperti Rangga.
Selain karakter yang kurang kuat, menurut saya kelemahan dari buku ini adalah banyaknya typo. Saya mencatat ada 8 typo di buku ini. memang tidak terlalu mengganggu. Akan tetapi tetap akan lebih nyaman kalau kesalahan ketik ini tidak ada.
Terlepas dari kekurangan yang ada di buku ini, buku ini menghibur saya. Dan saya jamin anda pun akan terhibur saat membacanya.
Silakan anda kunjungi website penulis Sialan Salman! ini dengan mengklik tautan di bawah ini:
Sialan Salman |
|
|
[Semua Resensi Buku Ini] |
|