Apa itu Resensi?
Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
|
|
|
26 Apr 2013 - 15:47:27
Isi Resensi : Meninjau Ulang "Sekolah"
Pendidikan senantiasa menarik untuk dibahas. Ia selalu mengundang perhatian berbagai kalangan. Baik yang secara langsung berkecimpung di dalamnya, maupun yang sering memposisikan diri sebagai pengamat. Segudang persoalan yang muncul di dalamnya, sering dikatakan orang tidak pernah selesai. Sayangnya, kebanyakan orang lebih senang untuk saling menyalahkan daripada ikut ambil bagian mencari penyelesaian.
Sebagai bagian penting dari sitem pendidikan kita, sekolah memiliki posisinya tersendiri. Kita sering terlena dengan mimpi-mimpi ideal yang dijanjikan olehnya. Tentang masa depan kita dan anak-anak kita, tentang pengembangan diri, dan segudang harapan lainnya yang sengaja kita percayakan pada lembaga bernama sekolah. Padahal, sekolah menyimpan sejuta persoalan yang sebenarnya layak kita perhatikan. Kita sepakat bahwa ilmu pengetahuan itu penting, namun benarkah hanya dapat diperoleh dari sekolah?
Salah satu persoalan yang sering menjadi bahan perbincangan adalah kasus tawuran pelajar. Persoalan yang sudah lama dihadapi bangsa kita ini, hampir bisa dipastikan belum dapat diselesaikan. Anak-anak kita yang berubah menjadi beringas, keji, dan tidak kenal perikemanusiaan, seolah sengaja dibiarkan. Hampir semua orang sibuk mengurusi diri masing-masing, termasuk orang tua siswa itu sendiri. Lalu, semua pihak larut dalam sikap menyalahkan anak-anak yang sedang “kesetanan” itu, tanpa usaha mendudukan persoalan dengan apa adanya.
Fahd Djibran, melalui novel yang digarap bersama seniman Bondan Prakoso & Fade2Black berusaha memotret pendidikan dari sudut pandang yang masih jarang digunakan. Novel berjudul “Tak Sempurna” ini berusaha memandang pendidikan kita apa adanya. Kita diajak meninjau kembali keberadaan lembaga bernama sekolah, lalu menentukan sikap terhadapnya.
Novel ini mengisahkan seorang remaja bernama Rama. Dia dengan jujur menceritakan apa yang dialaminya, serta segala sesuatu yang bersinggungan dengannya. Dia hidup di suatu kota, yang mana anak-anak dibesarkan di tengah keluarga yang tak memberikan kasih sayang, kehidupan bermasyarakat yang tak memberi harapan, dan kehidupan bernegara yang tak menjanjikan apa-apa kecuali perang-perang politik kepentingan memuakkan. Di sana, sulit sekali menemukan contoh dan teladan yang baik, sekalipun dari kalangan tokoh-tokoh agama.
Sekolah menjadi sekadar tempat “penitipan anak” bagi orangtua yang sibuk atau “tempat pembuangan anak” bagi orangtua yang tak peduli pada mereka. Guru-gurunya beringas, memaksakan kehendak, tidak memahami siswa, dan belum mampu menjadi sosok yang betul-betul layak menjadi tauladan utama. Hal ini disambut oleh kekecewaan siswanya dengan perilaku aneh. Seperti perkelahian, tawuran, adegan-adegan telanjang di depan kamera, bahkan narkoba.
Dalam novel ini, Fahd Djibran mengangkat hal-hal yang sudah biasa kita temui. Lalu menawarkan sudut pandang baru yang membuat kita tercengang. Tentang rumah misalnya. Ia tidak memandang rumah sekedar benda mati, yang selama ini sering dijadikan orang hanya sebagai tempat tidur, berangkat dan pulang. Tetapi, lebih dari itu, rumah menyimpan cinta dan kenangan.
Novel ini juga menyampaikan berbagai kritikan terhadap realitas sosial yang sering kita hadapi. Seperti yang ditulis Fahd Djibran mengenai tawuran pada halaman 75 berikut ini:
Tawuran pelajar adalah refleksi bobroknya kehidupan bermasyarakat kita. Remaja yang tidak toleran, agresif, dan main hakim sendiri menunjukkan banyak hal tentang keluarga, sistem sosial, nilai-nilai berbangsa dan bernegara.
Kelebihan lain dari novel ini adalah kehadiran lirik-lirik lagu Bondan Prakoso & Fade2Black, serta selingan-selingan lain yang relevan. Hal ini membuat pembaca –terlebih kalangan remaja- tidak jenuh.
Namun, masih terdapat kesalahan-kesalahan pengetikan, seperti pada halaman 49, benarkah ditulis benarkan, halaman 209 memulai jadi memuai.
Hemat saya, novel ini menjadi masukan penting bagi sekolah, dunia pendidikan, dan bangsa kita pada umumnya. Semoga kita menjadi tersadarkan, bahwa masih banyak adik-adik kita yang harus kita tolong dan selamatkan. Semua ketimpangan ini bukan untuk kita cerca, namun kita perbaiki. |
|
|
[Semua Resensi Buku Ini] |
|