Breakfast at Tiffany's
DESCRIPTION
Novel indah ini berkisah tentang Holly Golightly, seorang wanita muda misterius berjiwa bebas yang menjadi pujaan kaum pria kelas atas New York. Orang-orang mengenalnya sebagai ratu pesta, simpanan jutawan, dan sekaligus kaki tangan Mafia. Namun, siapakah sesungguhnya dia? Apakah yang dicarinya? Cinta atau harta? Dituturkan dari sudut pandang seorang pemuda yang mengaguminya, kisah ini menyelami manis getir liku-liku kehidupan seorang Holly Golightly, salah satu karakter paling legendaris di dunia sastra yang cantik dan menggemaskan, tapi juga memiliki banyak sisi kelam. Sebagai potret kehidupan kelas atas New York pada masa lalu, novel ini menjadi karya klasik yang tak pernah lekang oleh masa. Breakfast at Tiffany's kian populer setelah muncul sebagai film komedi romantis dengan bintang utama Audrey Hepburn pada 1961 dan tiga puluh tahun kemudian menjadi inspirasi sebuah lagu hit milik kelompok musik Deep Blue Something. Truman Capote, pengarang terkemuka Amerika yang kisah hidupnya telah diangkat ke layar perak dalam film Capote (2005) dan Infamous (2006), menuliskan kisah ini dengan menawan: sangat renyah dan enak dibaca. Dia berhasil memadukan sentuhan humor, romantisme, dan berbagai pertanyaan menggelitik seputar cinta dan materialisme dalam kisah yang abadi ini. *** "Ketimbang filmnya, cerita dalam novelnya lebih mendebarkan." www.librarything.com "Paduan menarik antara Lolita dan Auntie Mame." Time "Karakter tokoh-tokoh di dalamnya kompleks dan tidak mengada-ada. Anda akan langsung jatuh cinta pada mereka, seperti juga pada karya Capote lainnya." Teen Ink Magazine
REVIEW Breakfast at Tiffany's
Rating |
Tak penting benar apakah kisah itu nyata atau bualan belaka. Semuanya sama saja, mantra hipnotis yang akan membuat para pria termehek-mehek mengharapkan cintanya. Benarkah itu cinta? Novel pendek Truman Capote, Breakfast at Tiffany’s (PT Serambi Ilmu Semesta, Februari 2009, 163 halaman), tidak persis menjawab pertanyaan itu. Sekilas novel ini sekedar berisi penuturan tokoh ‘aku’ (dalam versi film bernama Paul Varjak) tentang Holly Golightly, wanita penghibur kelas atas yang ia ‘cintai’ namun, sebagaimana para pria lainnya, ia gagal memilikinya. Paul bukanlah dari golongan pria yang ‘mampu membayar lima puluh dolar untuk ke toilet’. Kedekatannya dengan Holly semata karena tempat tinggalnya yang satu apartemen plus wajahnya yang mirip saudara kandung Holly, Fred.
Kalau menyimak bagaimana Holly memperlakukan para pria (dan dicintai dengan berbagai cara oleh para penggemarnya), barangkali novel ini melulu cerita mengasyikkan tentang ‘taktik bisnis’ Holly untuk mempertahankan hegemoninya atas laki-laki. Tapi melalui Breakfast at Tiffany’s rasanya Capote seperti sedang mengolok-olok kegamangan manusia menghadapi keinginan (dan perasaannya) sendiri. Dengan memasang tokoh-tokoh serba karikatural (terlihat lebih jelas dalam versi film-nya), Capote leluasa menceritakan kegamangan itu, kadang dengan kalimat yang menggelitik. Misalnya saat Holly, waktu berusia 14 tahun, dilamar oleh dokter hewan 50-an tahun yang telah menyelamatkannya dari kepapaan, Holly dengan ringan berkata, ‘Tentu saja kita akan menikah. Aku belum pernah menikah...’ Semudah itu.
Simak juga bagaimana misalnya Joe Bell, salah seorang penggemar berat Holly, mengungkapkan perasaannya: ’Tentu saja aku mencintainya. Tapi bukan berarti aku ingin menyentuhnya.. Bukannya aku tidak pernah memikirkan sisi yang itu. Bahkan bagi orang seumurku, aku akan berumur enam puluh tujuh.... semakin tua diriku, sisi yang itu semakin mengisi pikiranku...’ Beberapa kali tokoh ‘aku’ kesulitan menafsirkan sikap Holly. Menyaksikan Holly sarapan di depan Tiffany’s terasa sama menyedihkannya dengan melihat para pria mengharap remah-remah cinta dari seorang wanita penghibur.
Tema cerita seperti ini juga disinggung penulis lain seperti Milan Kundera melalui The Unbearable Linghtness of Beings (Fresh Book, Jakarta 2007, 455 halaman). Hanya saja, Kundera membicarakannya dengan cara ‘lebih serius’. Baginya, wajar bila manusia sering tidak yakin dengan apa yang diinginkannya, ‘...karena manusia hanya mempunyai satu kehidupan, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan lain yang pernah dijalani...’ Sekalipun tiap manusia sudah mempunyai semacam tugas/garis hidup (es muss sein) masing-masing, ada kalanya sepanjang perjalannya mereka menemukan semacam kebetulan-kebetulan (tak terduga), coinsidence yang sering membuat gamang. Sayangnya, manusia tak bisa ber-eksperimen untuk menguji apakah mereka harus mengikuti keinginan/perasaannya atau tidak, demikian Kundera.
Berbeda dengan versi film-nya yang dibuat happy ending (dan bagi Capote itu sebuah pengkhianatan), novel Breakfast at Tiffany’s ditutup lebih cantik justru dengan membiarkan Holly mengembara mengikuti es muss sein-nya. Tak jelas apakah di Brazil atau di salah satu sudut Afrika. Yang pasti tidak sesederhana nasib kucing peliharaan Holly yang sudah punya tuan baru, sekalipun tokoh ‘aku’ berharap Holly pun menemukan tempatnya yang tepat. Mungkin bagi Capote, ending yang tuntas seperti versi film-nya akan menyederhanakan novel pendek ini menjadi sekedar sebuah cerita. Bukan sebuah statement.
WHY CHOOSE US?
Nikmati koleksi Buku Romance terlengkap ditambah discount spesial.
Pesanan Anda segera Kami proses setelah pembayaran lunas. Dikirim melalui TIKI, JNE, POS, SICEPAT.
Semua barang terjamin kualitasnya dan terpercaya oleh ratusan ribu pembeli sejak 2006. Berikut Testimonial dari Pengguna Jasa Bukukita.com
Kami selalu memberikan harga terbaik, penawaran khusus seperti edisi tanda-tangan dan promo lainnya